Selasa, 20 September 2011

Terimakasih Mahafisippa


foto nyusul bentar lagi 


Orang belajar dari banyak hal untuk menjadi sesuatu. Rasanya, selain belajar dari lingkungan terdekatku yakni keluarga, lalu pendidikan formal di sekolah dan sepotong-sepotong bangku kuliah, aku tak boleh melupakan salah satu sekolah terhebatku: Mahafisippa (Mahasiswa FISIP Pecinta Alam).

Ya, ini unit kegiatan pecinta alam di kampus Universitas Sebelas Maret yang meski aku tak terlalu lama aktif di sana, tapi organisasi berlambang burung elang dalam segitiga itu sudah memberi warna dasar yang kuat bagiku.

Ceritanya, waktu kuliah di FISIP, Mahafisippa berhasil memikatku untuk masuk sebagai anggota. Maklum, sejak SMP (bahkan SD) aku sudah suka kegiatan berkemah, juga sesekali naik gunung dan berlatih Search And Rescue saat SMA.  Klop, meski tak pernah jadi pengurus atau pioneer, aku belajar banyak dari organisasi yang gila ini.

Kusebut gila karena MFP (begitu Mahafisippa biasa disebut) saat itu bisa menjadi unit kegiatan terkuat di kampus. Salah satu perannya, bisa menjadikan kampusku tetap netral dari pengaruh macam-macam warna yang waktu itu sudah merambah fakultas-fakultas lain.

Pluralis, egaliter, disiplin, kompeten, tapi juga kemproh ... adalah hal yang tak terpisahkan dari MFP dari dulu. Paduan yang unik, misalnya saat itu kami mencintai pakaian dekil dan kumal sebagai simbol tingginya “jam terbang” seorang pendaki. Tetapi, kebersihan alat, kerapian packing dan sepatu PDL ABRI yang tersemir mengkilap adalah sesuatu yang wajib.

Tentang sepatu militer itu, maklum, waktu itu sepatu tracking belum marak seperti sekarang. Kalaupun ada, harganya mahal tak terjangkau. Lagipula, sepatu PDL tentara adalah perlengkapan wajib dalam pendidikan dasar kami yang meski dalam skala mikro mengacu pada pola pendidikan Wanadri, salah satu perhimpunan pendaki dan penempuh rimba terbagus di negeri ini.

Satu hal lagi, kekeluargaan di MFP cukup erat. Seorang MFP tua pasti akan menerima siapa pun yunior yang mungkin tak dikenalnya, asal dia muncul di depannya dan berteriak “MFP Lapor !”

Foto di atas adalah ketika aku menjalani Pendidikan Dasar II Mahafisippa di lereng Merbabu, tahun 1986 di Kalipancur, Kecamatan Getasan, Salatiga. Lembah yang masih alami, dengan air terjun, monyet, kalajengking, anjing liar, buah gowok dan pohon kayu manis di mana-mana. Empat hari empat malam kami jarang kering karena saat itu lagi musim hujan, tapi kebersamaan tim terbangun kokoh sejak itu.

Kalau di bawah ini foto-foto  waktu kami naik Gunung Semeru tahun 1987. Perjalanan yang seru, kami 17 orang merambah puncak Pulau Jawa.

Sampai hari ini aku masih anggota Mahafisippa, karena masa berlakunya memang seumur hidup. Sungguh, aku bersyukur dan bangga pernah belajar di sana.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar