Selasa, 06 September 2011

Candi Cetha, “Diperkosa” Berkali-kali





Candi Cetha, mungkinkah ada situs lain yang mengalami seperti ini? Banyak orang menyebut candi di lereng Gunung Lawu, tepatnya di Dusun Cetha, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Karanganyar itu sebagai peninggalan Majapahit akhir pada masa Raja Brawijaya V.

Faktanya, pada masa Majapahit, sangat mungkin Candi Cetha dibangun di atas situs pemujaan yang lebih tua. Bangunan punden berundak dengan sejumlah relief terpapar di bumi. “Pemerkosaan” semacam itu, konon memang sering terjadi di sejumlah situs lain. (Lagi nyari pendapat ahli tentang hal ini)

Namun, “pemerkosaan” yang paling parah tentulah yang dilakukan oleh Soedjono Hoemardhani, dikenal sebagai asisten spiritual penguasa Orde Baru, Presiden Soeharto. Pada tahun 1970-an, Cetha dipugar total tanpa mengindahkan kaidah renovasi arkeologi. Bentuknya menjadi seperti yang terlihat sampai kini, berupa gapura-gapura gaya Bali, pendapa, lingga, bilik-bilik semedi, juga bentuk segi empat di bagian puncak punden berundak.



Pengaruh Hoemardhani masih terasa meski yang bersangkutan sudah meninggal. Pada tahun 1990, ketika sejumlah arca di Cetha dijarah pencuri, kehadiran tim Mabes Polri yang dipimpin Kapten Heru Ismono merupakan atensi yang mengejutkan untuk ukuran waktu itu. Selama bekerja, tim itu berpangkalan di rumah milik keluarga Hoemardhani di Tawangmangu, dan pada akhirnya tim berhasil mengungkap kasus tersebut. Sejumlah arca, termasuk yang sudah berada di Singapura, bisa kembali.

Hebatnya, “pemerkosaan” masih kembali terjadi. Tahun 2003, Bupati Karanganyar Rina Iriani meletakkan patung Dewi Saraswati hadiah dari Bali, di hutan di sebelah timur candi. Meski tidak menyinggung satu pun dari struktur batuan candi, patung itu justru diletakkan di bagian yang menggambarkan alam suwung, jembatan harmonisasi manusia dengan penciptanya.

Apakah di masa mendatang masih akan ada lagi yang memerkosa Cetha, mari kita sama-sama niteni zaman ..


Tidak ada komentar:

Posting Komentar